Thursday, September 18, 2014

Bukan Curahan Hati


Aku masih mencintaimu dalam diam dan memujimu dalam bait-bait puisi. 
Aku masih terdiam, sudah cukup lama memang. Semangat hidupnya juga sudah hilang. Mendengar kabar itu tak membuatku berubah pikiran sedikitpun, Aku tetap ingin mencintaimu. Kabar itu memang masih kabar burung. Tetapi setiap kabar apapun yang ada hubungannya dengan dia, aku sangat gampang untuk percaya. Tulisan itu memang nampak seperti kode. Namun, aku mengartikannya sebagai penanda hubungan. Sulit bagiku untuk menerima. Namun, ini memang salahku. Aku hanya bisa mencintainya dalam diam dan mengungkapkannya hanya dalam bentuk kode cinta. Entah dia peka atau tidak, yang penting saat ini aku sedang sakit hati. Tak percaya dan bertanya-tanya pada semesta. Apakah dia sudah jadian? Entahlah, namun aku tak berani menanyakan padanya dan akhirnya juga pasti akan terjawab.

"Apa ini memang takdirku?" Tanyaku dalam hati. Sudah cukup lama aku mengenal dia dan sudah cukup lama juga kita dekat. Aku masih ingat, saat pertama kali kita bertemu. Saat itu kamu memakai seragam sekolah yang lebih mirip seperti seragam perang. Iya, pertanyaan pertama saat kita pertama kali kita ketemu adalah darimana aja kamu? kok nggak ngabarin! "Dari SD mana?" dan saat itu kamu masih diam. Aku masih tetap berusaha bertanya, kamu tetap diam. Akhirnya aku kesal dan meninggalkanmu, namun pada saat itu kamu tertawa puas dan memanggilku. Entah darimana dia bisa tau namaku, tapi saat itu juga aku merasa baget. Bahagia dan kaget.

Setelah kejadian itu, kami semakin dekat. Walaupun kami tidak sekelas tetapi kami jadi lebih sering bersama. Ke kantin sering bareng. Pulang sering bareng. Terlalu sering ini membuatku semakin menjadi-jadi, aku lebih menjadi bersemangat saat ada dia. Aku jadi kepo disaat dia entah kenapa tidak masuk sekolah. Pokoknya, dimana ada dia disitu mataku mengarah. Iya benar, aku jadi lebih sering memperhatikannya. Tapi harapanku hanya satu, semoga dia tidak tau.

Saat ini semuanya telah berubah. Aku sudah mempunyai perasaan, iya perasaan cinta. Aku sudah tidak lagi memperhatikannya secara diam-diam. Kami memang semakin dekat, sangat dekat malahan. Tapi ada satu yang mengganjal hatiku. Benar, status. Bagiku tak masalah jika kami dekat dan hanya sebagai teman. Teman dekat mungkin. Tapi, hati ini berkata lain. Detak jantungku semakin tak karuan jika dia tiba-tiba tidak membalas chat bbmku. Jika Tuhan bisa berkata, mungkin Ia sudah bosan mendengar pertanyaanku.

"Apakah aku berani?" itulah pertanyaanku pada Tuhan pagi ini. Hari ini adalah hari ke 100 kita dekat. Ya, memang kita belum lama dekat. Tapi bagiku, ini lama. Pikiranku saat ini hanya satu. Melepaskan egoku. Aku sudah tidak sabar lagi. Hari ini pokoknya aku harus mengungkapkan ini kepadanya. Tak ada kata tidak. Tak ada rasa malu lagi. Aku ingin tuntaskan semua hari ini.

"Haii.." Ucapku padanya yang lewat depanku.
"Eh iya, ada apa?" Balasnya dengan suara agak serak.
"Ada.. cicak tuh ditembok." jawabku grogi.
"Oh iya bener.. ada tuh." balasnya.
"Eh, Tasya. Kamu mau...." Belum selesai aku berbicara ia langsung memotong ucapanku.
"Mau duit? Ya mau lah." katanya.
"Err.. Bukan itu. Maksudku, kamu mau jadi pacarku? Aku sudah lama sayang padamu." Tanyaku dengan tegas.
"Oh gitu. Tapi kamu jangan kesenengan ya! Apalagi sampai kesebar." 
"Iyaaaa deh!" Jawabku sambil nyengir kegirangan
"Emm.. Aku gamau jadi pacar kamu." Jawabnya.
"Hah? Serius?" Tanyaku kaget dan sedikit malas.

Tanpa menjawab pertanyaanku, Tasya langsung pergi meningalkanku dan membiarkanku sedih di lorong sekolah. Saat itu air mataku tak bisa lagi ku tahan. Aku tak bisa menahan air mata lagi. Tapi tak apa, paling tidak aku sudah mengungkapkan perasaanku. Kini, perasaanku tidak hanya aku dan Tuhan yang tau. Sekarang Tasya juga sudah tau.

Aku masih bingung sama perasaannya padaku. Apa dia tidak merasakan hal yang sama sepertiku? Aku pikir perasaan kita sama. Tapi ternyata pikiranku salah. Lalu bagaimana pertemanan kita? Apakah kita sudah tidak lagi menjadi teman? Apakah kita masih bisa dekat seperti dulu? Aku tak tau.

Pikiranku saat ini masih dipenuhi dengan pertanyaan. Apakah dia sudah punya pacar? Apakah dia mencintai orang lain? Atau apa ternyata hanya aku yang kegeeran? Mungkin. Akan kucoba untuk bertanya padanya. 

Tepat sekali, saat ingin menghampirinya. Tiba-tiba ia sudah ada didepanku. 

"Ada apa?" Tanya Tasnya dengan nada sombong.
"Emm cuma mau nanya kok." jawabku.
"Nanya apa? Masalah kemarin?" 
"iya." balasku.
"Emm gini. Sebenernya aku juga sayang sama kamu. Cuma, teman-temanku tidak ada yang setuju jika kita berdua pacaran." jawabnya.
"Kalau memang sama-sama sayang kenapa tidak kamu terima saja cintaku? Apa kamu akan mendengarkan omongan temanmu terus menerus?" Balasku sedikit kesal.

Detak jantungku yang tadinya hanya berdetuk dengan tempo 70 bpm tiba-tiba berubah menjadi 140bpm. Ah memang cinta membuatku menjadi berdebar-debar.

"Cintaa tak mengenal omongan orang lain. Cinta hanya mengenal kata hati." lanjutku.
"Iya aku tau. Tapi aku sudah memutuskannya." katanya.
"Lalu apa keputusanmu?" tanyaku dengan detak jantung yang sudah sedikit lambat.
"Aku memilih teman-temanku. Maaf ya." Balasnya.

Lalu tanpa pamit ia pergi lagi. Tanpa mengucapkan sepatah kata lagi. Disitu aku sakit hati lagi. Kulihat dari jauh, ia berjalan menuju teman-temannya. Namun ada yang berbeda darinya. Ia berjalan menuju teman-temannya sambil menangis. Aku tak tau dia menangis karena apa. Aku juga tak tau mengapa dia menangis disaat aku yang seharusnya menangis. 

Terjawab juga pertanyaanku yang kutanyakan pada semesta. Ia tidaj jadian, ia tidak mencintai orang lain. Ia mencintaiku, namun ia lebih memilih teman-temannya. Entah ini hari terburukku atau hari terindahku, namun aku akan terus mencintainya selama aku masih bisa melanjutkan cerita ini.

4 comments:

Kalau bisa komentarnya diketik jangan hanya lewat suara hati. Karena ngomong dalam hati itu nggak enak.